وَكَذَٰلِكَ أَعْثَرْنَا عَلَيْهِمْ لِيَعْلَمُوا أَنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَأَنَّ السَّاعَةَ لَا رَيْبَ فِيهَا إِذْ يَتَنَازَعُونَ بَيْنَهُمْ أَمْرَهُمْ ۖ فَقَالُوا ابْنُوا عَلَيْهِم بُنْيَانًا ۖ رَّبُّهُمْ أَعْلَمُ بِهِمْ ۚ قَالَ الَّذِينَ غَلَبُوا عَلَىٰ أَمْرِهِمْ لَنَتَّخِذَنَّ عَلَيْهِم مَّسْجِدًا
(Dan demikianlah) sebagaimana Kami bangunkan mereka (Kami memperlihatkan) (kepada mereka) yakni kaum Ashhabul Kahfi dan kaum Mukminin pada umumnya (agar mereka mengetahui) artinya khusus bagi kaum Ashhabul Kahfi (bahwa janji Allah itu) yaitu adanya hari berbangkit (benar) dengan kesimpulan, bahwa Allah Yang Maha Kuasa mematikan mereka dalam masa yang sangat lama, kemudian mereka tetap utuh sekalipun tanpa makan dan minum, maka Dia Maha Kuasa pula untuk menghidupkan orang-orang yang sudah mati (dan bahwa kedatangan hari kiamat tidak ada keraguan) (padanya. Ketika) lafal Idz ini menjadi Ma'mul daripada lafal A'tsarnaa (orang-orang itu berselisih) orang-orang Mukmin dan orang-orang kafir (tentang urusan mereka) maksudnya mengenai perkara para pemuda itu dalam hal bangunan yang akan didirikan di sekitar tempat Ashhabul Kahfi itu (orang-orang itu berkata) yakni orang-orang kafir (Dirikanlah di atas gua mereka) di sekitar tempat mereka (sebuah bangunan)untuk menutupi mereka (Rabb mereka lebih mengetahui tentang mereka". Orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata,) yang dimaksud adalah yang menguasai perkara para pemuda tersebut, yaitu orang-orang yang beriman, ("Sesungguhnya kami akan mendirikan di atasnya) yakni di sekitarnya (sebuah rumah peribadatan.")tempat orang-orang melakukan salat; akhirnya dibuatlah sebuah rumah peribadatan di pintu gua tersebut.
سَيَقُولُونَ ثَلَاثَةٌ رَّابِعُهُمْ كَلْبُهُمْ وَيَقُولُونَ خَمْسَةٌ سَادِسُهُمْ كَلْبُهُمْ رَجْمًا بِالْغَيْبِ ۖ وَيَقُولُونَ سَبْعَةٌ وَثَامِنُهُمْ كَلْبُهُمْ ۚ قُل رَّبِّي أَعْلَمُ بِعِدَّتِهِم مَّا يَعْلَمُهُمْ إِلَّا قَلِيلٌ ۗ فَلَا تُمَارِ فِيهِمْ إِلَّا مِرَاءً ظَاهِرًا وَلَا تَسْتَفْتِ فِيهِم مِّنْهُمْ أَحَدًا
(Nanti mereka akan mengatakan) yaitu orang-orang yang berselisih pendapat di zaman Nabi saw. tentang bilangan para pemuda itu. Atau dengan kata lain sebagian di antara mereka mengatakan bahwa jumlah mereka ada (tiga orang yang keempat adalah anjingnya dan yang lain mengatakan) sebagian yang lain daripada mereka (lima orang dan yang keenam adalah anjingnya) kedua pendapat tersebut dikatakan oleh orang-orang Nasrani dari Najran(sebagai terkaan terhadap barang yang gaib) hanya berlandaskan kepada dugaan belaka tanpa bukti yang nyata; kedua pendapat tersebut hanyalah main terka saja. Lafal Rajman dinashabkan karena menjadi Maf'ul Lah, artinya: sebagai terkaan mereka terhadap barang yang gaib (dan yang lain lagi mengatakan) yakni orang-orang Mukmin(Jumlah mereka, tujuh orang, yang kedelapan adalah anjingnya) Jumlah ayat ini berkedudukan menjadi Mubtada, sedangkan Khabarnya adalah Sifat daripada lafal Sab'atun, dengan ditambahi huruf Wawu sesudahnya. Menurut pendapat yang lain, berkedudukan menjadi Taukid, atau menunjukkan tentang menempelnya sifat kepada Maushufnya. Dan disifatinya kedua pendapat yang tadi dengan istilah Ar-Rajmi yakni terkaan, berbeda dengan pendapat yang ketiga sekarang ini, hal ini menunjukkan bahwa pendapat yang ketiga ini adalah pendapat yang sahih dan dibenarkan (Katakanlah, "Rabbku lebih mengetahui jumlah mereka; tidak ada orang yang mengetahui bilangan mereka kecuali sedikit") Sahabat Ibnu Abbas r.a. mengatakan, "Saya adalah salah seorang daripada orang-orang yang sedikit itu." Selanjutnya ia menuturkan bahwa jumlah mereka ada tujuh orang. (Karena itu janganlah kamu bertengkar) yakni memperdebatkan (tentang hal mereka, kecuali pertengkaran yang lahir saja)daripada sebagian apa yang diturunkan kepadamu (dan jangan kamu menanyakan tentangnya) maksudnya kamu meminta penjelasan tentang Ashkabul Kahfi itu (dari mereka) mempertanyakan kepada sebagian daripada orang-orang ahli kitab, yaitu orang-orang Yahudi (seseorang pun) pada suatu ketika penduduk Mekah menanyakan tentang kisah Ashhabul Kahfi itu. Lalu Nabi saw. menjawab, "Saya akan menceritakannya kepada kalian besok", tanpa memakai kata Insya Allah, maka turunlah firman-Nya:
وَلَا تَقُولَنَّ لِشَيْءٍ إِنِّي فَاعِلٌ ذَٰلِكَ غَدًا
(Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan terhadap sesuatu) tentang sesuatu (Sesungguhnya aku akan mengerjakan itu besok pagi) lafal Ghadan artinya di masa mendatang.
إِلَّا أَن يَشَاءَ اللَّهُ ۚ وَاذْكُر رَّبَّكَ إِذَا نَسِيتَ وَقُلْ عَسَىٰ أَن يَهْدِيَنِ رَبِّي لِأَقْرَبَ مِنْ هَٰذَا رَشَدًا
(Kecuali dengan menyebut "Insya Allah") artinya, mengecualikannya dengan menggantungkan hal tersebut kepada kehendak Allah, seumpamanya kamu mengatakan Insya Allah (Dan ingatlah kepada Rabbmu) yaitu kepada kehendak-Nya seraya menggantungkan diri kepada kehendak-Nya (jika kamu lupa) ini berarti jika ingat kepada kehendak-Nya sesudah lupa, sama dengan ingat kepada kehendak-Nya sewaktu mengatakan hal tersebut. Hasan dan lain-lainnya mengatakan, "Selagi seseorang masih dalam majelisnya" (dan katakanlah, "Mudah-mudahan Rabbku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat daripada ini) yaitu berita tentang Ashhabul Kahfi untuk menunjukkan kebenaran kenabianku (kebenarannya") yakni petunjuk yang lebih benar, dan memang Allah memperkenankan hal tersebut.
وَلَبِثُوا فِي كَهْفِهِمْ ثَلَاثَ مِائَةٍ سِنِينَ وَازْدَادُوا تِسْعًا
(Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus) lafal Miatin dibaca dengan memakai harakat Tanwin pada akhirnya (tahun) berkedudukan sebagai 'Athaf Bayan yang dikaitkan dengan lafal Tsalaatsu Miatin. Perhitungan tiga ratus tahun ini berdasarkan hisab yang berlaku di kalangan kaum Ashhabul Kahfi, yaitu berdasarkan perhitungan tahun Syamsiah. Dan bila menurut hisab tahun Qamariah sebagaimana yang berlaku di kalangan orang-orang Arab, maka menjadi bertambah sembilan tahun, dan hal ini disebutkan di dalam firman selanjutnya, yaitu (dan ditambah sembilan tahun) yakni hisab yang tiga ratus tahun berdasarkan tahun Syamsiah dan hisab yang tiga ratus sembilan tahun berdasarkan tahun Qamariyah.